Pengertian Ahli Waris dan Harta Warisan Menurut Hukum Perdata

Saya ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian Ahli Waris dan Harta Warisan menurut Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia?
Hukum Perdata

Menurut Hukum Perdata, pembagian ahli waris dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang oleh hukum atau Undang-Undang/KUHPerdata telah ditentukan sebagai ahli waris dan kelompok kedua adalah orang-orang yang menjadi ahli waris karena pewaris dikala hidupnya melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya pengakuan anak, pengangkatan/adopsi anak atau perbuatan hukum lain yang disebut testament atau surat wasiat.

Ahli waris menurut undang-undang terdiri dari empat kelompok. Kelompok
pertama terdiri suami atau istri yang hidup terlama ditambah anak atau anak-anak serta keturunan dari anak-anak tersebut. Kelompok ini diatur di dalam pasal 832 dan 852 KUHPerdata. Kelompok kedua terdiri atas ayah dan ibu kandung (apabila keduanya rnasih hidup), ayah atau ibu (apabila salah satunya telah meninggal dunia) dan saudara atau saudari beserta keturunan dari saudara atau saudari tersebut. Kelompok kedua ini diatur di dalarn pasal 854 s/d pasal 857 KUHPerdata. Sedangkan kelompok ketiga terdiri atas kakek dan nenok dari garis ibu dan kakek dan nenek dari garis bapak. Golongan ini diatur di dalam pasal 850 dan pasal 853 KUHPerdata. Kolompok lerakhir (keempat) terdiri dari sanak keluarga pewaris yang lainnya dan diatur di dalam pasal 858 dan pasal 861 KUHPerdata.

Sedangkan mengenai harta warisan menurut Hukum Perdata, tidak otomatis harta yang ditinggalkan oleh pewaris adalah harta warisan. Untuk mengetahui dan memastikan mengenai apakah harta yang ditinggalkan tersebut merupakan bagian dari harta warisan atau tidak, maka perlu diketahui terlebih dahulu status hukum perkawainannya dan hal-hal lain yang membebani harta yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia tersebut.

Status hukum perkawinan menurut KUHPerdata terdiri dari tiga golongan. Yang pertama adalah perkawinan yang dilangsungkan dengan perjanjian kawin bahwa antara suami istri yang bersangkutan tidak ada percarnpuran harta benda atau harta kekayaan. Kedua, perkawinan yang dilangsungkan dengan perjanjian kawin bahwa antara suami istri yang bersangkutan ada percampuran harta benda secara bulat. Dan ketiga, perkawinan yang dilangsungkan dengan perjanjian kawin bahwa antara suami istri yang bersangkutan ada percarnpuran harta benda tetapi ada pengecualiannya.

Sedangkan contoh dari hal-hal lain yang membebani harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia misalnya sewaktu dia masih hidup telah mengadakan perjanjian utang piutang dengan pihak lain yang sampai dengan meninggalnya utang tersebut belum dibayar.