Suami Meninggal Menikah Lagi

Suami Meninggal Menikah Lagi ~ Saya Carolina, 36, ibu rumah tangga: hidup sudah duapuluh tahun bersama suami, karyawan di sebuah perusahaan swasta, dengan penghasilan sekedar cukup untuk untuk biaya hidup dan kontrak rumah mungil. Kami telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang sehat. Untuk menambah uang belanja sehari-hari, saya juga cari tambahan lain dengan berdagang,
Wanita Menangis Bersedih

Seiring perjalanan waktu, tiba-tiba saya ditinggal pergi oleh suami, bukan karena meninggal tapi karena kawin lagi dengan wanita lain. Awalnya saya tak percaya, tapi itulah kenyataannya. Saya sudah mencoba mencarinya ke keluarganya dan bahkan sampai ke tempat dia bekerja. Hasilnya nihil karena dia sudah tak bekerja lagi di perusahaan semula. Di mana keberadaannya, saya betul-betul tidak tahu.

Betapa pedih rasanya, tanpa suami saya terpaksa harus membesarkan dan mencari nafkah anak saya yang masih kecil, walau menjadi tukang cuci pakaian orang lain, mau tak mau rasa malu harus saya tepiskan.

Dalam hidup saya yang kesepian, saya dikenalkan teman dengan seorang pria tampan lagi mapan, tinggal tak jauh dari kampung saya. Selama PDKT, ia sangat baik dan penuh pengertian, bahkan sayang pada anak saya. Tali kasih pun terjalin di antara kami dan akhirnya sarnpai ke pernikahan. Waktu pun berjalan dan alhamdulillah kami dikaruniai anak perempuan yang cantik, Awal-awal pernikahan, saya merasakan harmoni rumah tangga. Suami sangat menyayangi anak saya.

Namun tanpa dinyana, badai kembali menerjang rumah tangga saya. Seperti kasus suami pertama, suami saya kembali tergoda W1L. Konon wanita ini adalah bekas pacarnya juga. Lagi, suami pergi tanpa pamit dan tak tahu di mana rimbanya.

Kejadian ini membuat saya depresi dan dan merasa tak ada lagi arti hidup ini. Segalanya kok berakhir dengan menyakitkan. Saya sempat berpikir, kalau tahu begini, saya tak akan pernah menikah. Kini, saya harus mengasuh kedua anak dari ayah yang berbeda di rumah kontrakan. Ironisnya, tak satu pun mereka yang peduli dengan anaknya. Terpaksa saya harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga, untuk membiayai hidup kedua anak saya.

Ibu Atie, saya minta saran Ibu atas beberapa keadaan yang saya ajukan di bawah ini:
1. Langkah apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tingkat kesabaran? Karena sudah dua kali saya stress berat.
2. Apa kekurangan saya, sampai suami meninggalkan saya begitu saja. Padahal kata orang, saya dibilang jelek juga tidak. Perilaku saya dan keluarga saya baik-baik, penyabar dan tak pernah menuntut apa-apa terhadap suami.
3. Apakah saya harus menjelaskan kepada anak-anak saya perihal ayahnya yang berbeda. Saya takut kalau anak saya bertanya keberadaan bapaknya dan hubungan darah anak saya itu?
4. Apa darnpaknya terhadap kedua anak saya dengan perilaku kedua suami saya tersebut. Serta apa yang harus saya lakukan sejak dini agar kedua anak saya menjadi anak-anak yang baik dan jauh dari sifat yang
dimiliki kedua bapaknya.

Atas saran dan nasihat Ibu, saya ucapkan terimakasih.


Jawaban :

Carolina yang baik, Segala cobaan yang menimpa diri manusia pada hakikatnya datang dari Allah, dan pertolongan juga datang dari Allah SWT. Maka berserah dirilah dan mohon ampunan serta berdoalah keharibaan Allah SWT, agar diberi kesabaran dan ketahanan da/am mvnjaiani kehidupan di dunia ini yang ibarat mampir minum.

Peristiwa demi peristiwa yang amat tragis seperti yang nanda paparkan dalam surat, arnbillah hikrnahnya. Sebab di balik segala peristiwa, menyenangkan maupun tidak menyenangkan, tentu ada hikmah di balik itu.

Di sini Ibu ingin membehkan saran sbb :
1. Serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT, kembalikan dan mengadulah dalam shalat dan ibadahmu. Mohon petunjuk dan pertolonganNya dalam menjalani kehidupan ini.
2. Usahakan tidak berputus asa dan selalu mengingat dua anak anda yang manis-manis.
3. Berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk mengatasi penderitaan dengan mengoptimalkan bekerja sesuai kemampuan dan pada tempatnya, demi kelanjutan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak.
4. Usahakan terus-menerus mohon kekuatan ke hadirat Allah SWT, harus dapat mengatasi dan mensyukuri di balik penderitaan yang menimpa, tentu ada jalan terang asal tidak putus asa.
5. Putus asa adalah penyakit dari iman, maka teguhkan iman dan jauhkan dari rasa putus asa. selama tenaga dan pikiran putus asa harus dilakukan dengan keteguhan iman dan berusaha.
6. Bila tiba saatnya nanti, dua anak tersebut menanyakan ayah mereka, jelaskanlah pelan-pelan dengan bahasa anak-anak yang mudah ditangkap oleh pikiran mereka; dengan catatan jangan menjelek-Jelekkan ayah mereka. Cukup misalnya katakan: "Ayah pergi mencari nafkah, tetapi belum kembali".
7. Memang nanda perlu kesabaran dan kekuatan hati yang luar biasa. Tetapi ingat, semua cobaan tentu dapat diatasi.
8. Untuk ke depannya banyak-banyaklah berzikir dan mohon ampunan kepada Allah SWT, serta retrospeksi dan introspeksi sebanyak-banyaknya, agar dapat memperbaiki diri sebagai pelajaran menyongsong kehidupan yang lebih cerah, demi mengantarkan cita-cita anak anda agar tidak kelabu seperti nasib anda sendiri.
9. ‘Banyak jalan menuju ke Roma', tempuhlah dengan sabar dan gigih. Jalani sesuai kemampuan, berjalaniah di jalan yang benar yang diridhaiNya, sebab betapa pun kita semua pada akhirnya akan kembali kepadaNya.

Kesimpulan
1. Bersabarlah untuk menjadi peran ibu dan ayah (single parent).
2. Tidak ada di dunia ini yang mencintai kita lebih dari cinta Allah kepada kita.
3. Kita wajib berusaha sekuat tenaga untuk dapat menguasai diri, berpikir ke depan yang panjang, sebab rasa manis yang menggoda belum tentu hasilnya manis. Sedangkan rasa pahit yang kita rasakan, alhamdulillah di balik pahit itu, akan terasa nikmat hikmahnya.
4. Lebih hati-hati dalam menerima iming-iming kehidupan yang indah, pertimbangkan baik-baik dan mohon nasehat orang tua atau keluarga, kalau perlu ke psikolog (penasehat perkawinan) agar tidak terluka ketiga kalinya. Semoga nanda bisa mengatasinya. Insya Allah, Amin.